Pajak Penghasilan Pasal 21,22,23,24,25



Penulis : Usman Maulana
BAB IV
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
(PPh PASAL 21)

A.    Dasar Hukum
UU No.7 Tahun 1983 Tentang PPh, terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008
B.     Pengertian PPh Pasal 21
1.      PPh Pasal 21adalah salah satu jenis pelunasan PPh dalam tahun berjalan, melaui pemotongan oleh pihak ketiga (yaitu pemberi kerja/ bendaharawan pemerintah/ dana pensiun/ badan lain/ penyelenggara pemerintah) yang merupakan anjuran pajak yang boleh dikreditkan terhadap PPh yang terutang untuk tahun pajak bersangkutan, kecuali PPh yang bersifat final.
2.      PPh sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh WP orang pribadi, pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorium, tunjangan, dan pembayaran lain (PMK No.252/PMK.03/2008).
http://www.job-desc.com/
C.     Pemotongan PPh Pasal 21 Wajib Memotong, Menyetor, dan Melapor (Pasal 21 (1) UU PPh)
Dilakukan oleh pemberi kerja, bendahara pemerintah, dana pensiun atau badan lain, badan dan penyelenggara kegiatan.

D.    Tidak Termasuk Pemberi Kerja yang Wajib Memotong PPh Pasal 21 Ayat (1)
a.       Kantor perwakilan negera asing
b.      Organisasi-organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 UU PPh (Pasal 21 (2) UU PPh)

E.       Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 (PMK.No.252/PMK.03/2008)
1.      Pegawai
2.      Penerima pesangon, pensiun
3.      Bukan pegawai sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan lain meliputi: tenaga ahli yaitu dokter, akuntan, pengacara, arsitek, konsultan, notaris, penilai aktuaris; pemain musik, pembawa acara, penyanyi, aktris, aktor; olahragawan; penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, moderator; pengarang, peneliti, penerjemah; pemberi jasa teknik; pengawas, pengelola proyek; perantara; ditributor; petugas penjaga barang dagangan; petugas dinas luar asuransi.
4.      Peserta kegiatan perlombaan, rapat, kepanitiaan, pelatihan, dan peserta kegiatan lainnya.

F.      Tidak Termasuk dalam Pengertian Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 (Psl 4 PMK.252/PMK.03/2008)
1.      Pejabat perwakilan diplomatik, konsulat, pejabat lain dari negara asing dan orang yang bekerja membantunya.
2.      Pejabat perwakilan organisasi internasional

G.    Objek PPh Pasal 21 (Pasal 5 PMK.252/PMK.03/2008)
1.      Penghasilan
2.      Penghasilan dalam bentuk naturadan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun.
3.      Penghasilan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya didasarkan pada harga pasar atas barang yang diberikan atau nilai wajar atas pemberian kenikmatan yang diberikan.

H.    Tidak Termasuk dalam Pengertian Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21
1.      Berdasarkan PPh Pasal 21 (Pasal 8. PMK.252/P.03/2008) : pembayaran manfaat, santunan asuransi dari perusahaan asuransi, zakat dan beasiswa.
2.      PPh yang ditanggungkan kepada pemberi kerja, termasuk yang ditanggung oleh pemerintah (Pasal 8 ayat (1) huruf b PMK.252/PMK.03/2008)

I.       Penghasilan Pegawai Tetap atau Pensiunan yang Dipotong Pajak
Untuk setiap bulan yaitu jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya pensiun yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menkeu, iuran Pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak.

J.      Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21 (Pasal 9 PMK.252/PMK03/2008)
1.      Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21
a.       Penghasilan kena pajak berlaku bagi: pegawai tetap, penerima pensiun berkala, bukan pegawai meliputi distributor, petugas dinas luar asuransi, penjaja barang dagangan.
b.      Junlah penghasilan yang melebihi bagian penghasilan yang tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21
c.       Jumlah Penghasilan Bruto
2.      PTKP sebulan dibagi 12.

K.    Pengurangan yang Diperbolehkan (Pasal 10 PMK.252/PMK03/2008)
1.      Jumlah penghasilan bruto yang diterima adalah seluruh jumlah yang diterima dalam satu periode atau pada saat dibayarkan
2.      Penghasilan kena pajak : pegawai tetap, pegawai tidak tetap, dan bagi buka pegawai
3.      Besarnya penghasilan neto adalah penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan, iuran yang terkait dengan gaji untuk dana pensiun
4.      Penghasilan neto adalah jumlah penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun
5.      Besarnya PTKP bagi karyawati
6.      Bagi karyawati yang suaminya tidak bekerja
7.      Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun kaender.
8.      Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (7) PMK.252/ PMK03/ 2008 (angka 7 tersebut di atas, yaitu PTKP 2008 berdasarkan keadaan pada awal tahun).

L.     Ketentuan bagi Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas/ Belum Melebihi PTKP (Pasal 11 PMK.252/PMK03/2008)
1.      a. Tidak dilakukan pemotongan, dalam penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari belum melebihi bagian penghasilan
b.dilakukan pemotongan, dalam hal penghasilan sehari melebihi bagian penghasilan

M.   PTKP bagi bukan pegawai (Pasal 12 PMK.252/PMK03/2008)
1.      Penerima penghasilan bukan pegawai memperoleh pengurangan PTKP sepanjang yang bersangkutan telah mempunyai NPWP
2.      Untuk memperoleh pengurang penerima harus menyerahkan fotokopi kartu NPWP

N.    Tarif Pemotongan Pajak dan Penerapannya (Pasal 13 PMK.252/PMK03/2008)
1.      Tarif berdasarkan Pasal 17
2.      Dipotong berdasrkan masa pajak, kecuali masa pajak terakhir, terif diterapkan atas perkiraan penghasilan yang akan diperoleh selama 1 tahun
3.      Dipotong setiap masa pajak, atas penghasilan teratur, penghasilan pajak tidak teratur adalah sebesar selisih antara Pajak Penghasilan yang terutang atas jumlah penghasilan
4.      Pegawai tetap mempunyai tetap mempunyai kewajiban pajak subjektif

O.    PPh Pegawai tidak tetap/ tenaga kerja lepas berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian (Pasal 14 PMK.252/ PMK03/ 2008)
1.      Jumlah penghasilan tidak dipotong pajak, namun jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP sebulan untuk diri WP sendiri
2.      Jumlah penghasilan satu bulan melebihi Rp. 6000.000 ditetapkan pemotongan pajak penghasilan yang disetahunkan.

P.     Tarif PPh Bukan Pegawai Atas Pembayaran Pekerjaan/Jasa yang Tidak Berkesinambungan (Pasal 15 PMK.252/PMK03/2008)
Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh diterapkan atas jumlah kumulatif Penghasilan Kena Pajak sebesar Penghasilan bruto dikurangi PTKP, yang diterima atau diperoleh bukan pegawai.

Q.    Tarif PPh Atas Honorium/Imbalan Tidak Teratur; Jasprod, Tantiem, Gratifikasi, Bonus, Dana Pensiun (Pasal 16 PMK.252/PMK03/2008)
Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh diterpkan atas penghasilan bruto kumulatif.

R.    Tata Cara Pemotongan PPh Pasal 21
Penghasilan yang berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara tunjangan hari tua diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (Pasal 17 PMK.252/PMK03/2008)
Penghasilan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau daerah yang diperoleh pejabat negara, PNS, anggota TNI/POLRI dan pensiunannya, diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (Pasal 18 PMK.252/PMK03/2008)

S.      Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 Bagi Penerima Penghasilan yang Tidak Mempunyai NPWP (Pasal 20 PMK.252/PMK03/2008)
Yang tidak memiliki NPWP ditetapkan tarif yang lebih tinggi yaitu 20%, dari pada WP yang memiliki NPWP. Pemotongan PPh Pasal 21 bagi penerima penghasilan yang tidak memiliki NPWP hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat tidak final.

T.     Saat Terutang PPh Pasal 21 (pasal 21 PMK.252/PMK03/2008)
Saat terutang untuk setiap masa pajak bagi pemotong pajak adalah akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan.

U.    Hak dan Kewajiban Pemotong Pajak serta Penerima Penghasilan yang Dipotong Pajak (Pasal 22 PMK.252/PMK03/2008)
1.      Wajib mendaftarkan diri ke kantor pelayanan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku
2.      Wajib membuat surat pertanyaan yang berisi jumlah tanggunagan keluarga sebagai dasar penentuan PTKP dan wajib menyerahkannya kepada pemotong pajak pada saat mulai bekerja atau mulai pensiun.
3.      Perubahan tanggungan keluarga pegawai, penerima pensiun dan bukan pegawai wajib membuat surat pernyataan baru dan menyerahkannya kepada pemotong PPh Pasal 21 paling lambat sebelum mulai tahun kalender berikutnya.
4.      Wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan melaporkan setiap bulan kalender
5.      Wajib membuat dan menyimpan catatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
6.      Kewajiban untuk melaporkan pemotongan PPh Pasal 21, tetap berlaku dalam hal jumlah pajak yang dipotong pada bulan yang bersangkutan nihil
7.      Wajib melaoprkan apabila terjadi kelebihan
8.      Wajib membuat bukti pemotongan
9.      Bentuk formulir ditetapkan sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

V.    PPh Pasal 21 Merupakan Kredit Pajak (Pasal 23 PMK.252/PMK03/2008)
PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut dapat dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh WP orang Pribadi, kecuali PPh 21 yang bersifat final.

W.  Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 Berdasarkan Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per 31/PJ/2009
1.      Perhitungan Pemotongan PPh Pasal 21 Terhadap Penghasilan Pegawai Tetap
1.1  Dengan Gaji Bulanan
Ahmad Zakaria pada tahun 2009 bekerja pada perusahaan PT Zamrud ABAdi dengan memperoleh gaji sebulan Rp. 2500.000 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 1.000.000. Ahmad menikah tetapi belum mepunyai anak. Perhitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut :

Gaji sebulan                                                                                            Rp. 2.500.000
Pengurangan :
1.      Biaya Jabatan :
5%  Rp. 2.500.000                         Rp. 125.000
2.      Iuran pensiun                                    Rp. 100.000
                                                                                                         Rp.    225.000
Penghasilan neto sebulan                                                                       Rp. 2.275.000
Penghasilan neto setahun adalah
12  Rp. 2.275.000                                                                                Rp. 27.300.000
PTKP setahun
-          Untuk WP sendiri                             Rp. 15.840.000
-          Tambahan WP kawin                        Rp.   1.320.000
                                                                                                         Rp. 17.160.000
Penghasilan Kena Pajak setahun
PPh Pasal 21 terutang setahun :
5%  Rp. 10.140.000                             Rp. 507.000
PPh Pasal 21 sebulan
Rp. 507.000 : 12                                     Rp.    42.250

Catatan :
a.       Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangi dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak.
b.      Contoh diatas berlaku apabila pegawai yang bersangkutan sudah memiliki NPWP. Dalam hal ini pegawai yang bersangkutan belum memiliki NPWP, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar : 120%  Rp. 42.250 = Rp. 50.700.000
1.2  Dengan Gaji Mingguan dan Gaji Harian
Gaguk Trimanto, menikah dengan satu anak, bekerja sebagai pegawai tetap pada Perusahaan PT Teguh Gemilang menerima gaji yang dibayar mingguan sebesar Rp. 600.000. Penghitungan PPh Pasal 21:
Gaji sebulan adalah
4  Rp. 600.000                                                                                     Rp. 2.400.000
Pengurangan : Biaya Jabatan
5%  Rp. 2.400.000                                                                               Rp.    120.000
Penghasilan neto sebulan                                                                       Rp. 2.280.000
Penghasilan neto setahun
12  Rp. 2.280.000                                                                                Rp.27.360.000
PTKP :
a.       Untuk WP sendiri                             Rp. 15.840.000
b.      Tambahan karena menikah                Rp.   1.320.000
c.       Tambahan untuk 1 anak                    Rp.   1.320.000
                                                                                                         (Rp.18.480.000)
                                                                                                         Rp.    8.880.000
Penghasilan Kena Pajak Setahun
PPh Pasal 21 setahun :
5%  Rp. 8.880.000                               Rp.     444.000
PPh Pasal 21 sebulan
Rp. 444.000 : 12 bulan                            Rp.       37.000
PPh Pasal 21 atas gaji/upah mingguan
Rp. 37.000 : 4 minggu                            Rp.          9.250
1.3  Penghitungan PPh Pasal 21 Atas Pembayaran Uang Rapel
Ahmad Zakaria sebagaimana dalam contoh nomor 1.1 tersebut di atas pada Juni 2009 menerima kenaikan gaji, menjadi Rp. 3.500.000 sebulan dan berlaku surut sejak 1 Januari 2009. Dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut tersebut maka Ahmad menerima Rapel sejumlah Rp. 5.000.000 ( kekurangan gaji untuk masa Januari s.d. Mei 2009). Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas uang rapel tersebut, terlebih dahulu dihitung kembali PPh Pasal 21 untuk masa Januari s.d. Mei 2009 atas dasar penghasilan setelah ada kenaikan gaji. Dengan demikian penghitungan PPh Pasal 21 terutangnya adalah sebagai berikut :
Gaji                                                                                                         Rp.  3.500.000
Pengurangan :
a.       Biaya jabatan
5%  Rp. 3.500.000                         Rp. 175.000
b.      Iuran Pensiun                                    Rp. 100.000
                                                                                                         Rp.     275.000
Penghasilan neto sebulan                                                                       Rp.  3.225.000
Penghasilan neto setahun
12  Rp. 3.225.000                                                                                Rp.38.700.000
PTKP :
a.       Untuk wajib pajak                             Rp. 15.840.000
b.      Tambahan karena menikah                Rp.  1.320.000
                                                                                                         (Rp. 17.160.000)
Penghasilan Kena Pajak                                                                         Rp. 21.540.000
PPh Pasal 21 setahun :
5%  Rp. 21.540.000                             Rp.  1.077.000
PPh Pasal 21 sebulan
Rp. 1.077.000 : 12                                  Rp.       89.750
PPh Pasal 21 Januari s.d Mei 2009 seharusnya adalah
5  Rp. 89.750                                                                                       Rp.       448.750
PPh Pasal 21 yang sudah dipotong Januari s.d Mei 2009
5  Rp. 42.250
(dari perhitungan contoh 1.1)                                                                 (Rp.      221.250)
PPh Pasal 21 untuk uang rapel                                                               Rp.       237.500
1.4  Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 Terhadap Penghasilan berupa : Jasa Produksi, Tantiem, Gratifikasi, Tunjangan Hari Raya atau Tahun Baru, Bonus, Premi, dan Penghasilan Sejenis Lainnya yang Sifatnya Tidak Tetap dan Pada Umumnya Diberikan Sekali dalam Setahun
Joko Qurnain (tidak kawin) bekerja pada PT. Qolbu Jaya dengan memperoleh gaji sebesar Rp. 2.000.000 sebulan. Dalam tahun yang bersangkutan Joko menerima bonus sebesar Rp. 5.000.000. Setiap bulannya Joko membayar iuran pensiun ke Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp. 60.000.
Cara menghitung PPh Pasal 21 atas bonus adalah :
1.4.a. PPh Pasal 21 atas gaji dan bonus (penghasilan setahun):
Gaji setahun (12  Rp.2000.000)                                                        Rp. 24.000.000
Bonus                                                                                                   Rp.   5.000.000
Penghasilan bruto setahun                                                                   Rp. 29.000.000
Pengurangan :
a.       Biaya Jabatan
5%  Rp. 29.000.000                     Rp. 1.450.000
b.      Iuran pensiun setahun
12  Rp. 60.000                             Rp.    720.000
                                                                                                       (Rp.   2.170.000)
Penghasilan neto setahun                                                                     Rp. 26.830.000
PTKP-untuk WP sendiri                                                                      (Rp. 15.840.000)
Penghsilan Kena Pajak                                                                        Rp. 10.990.000
PPh Pasal 21 terutang
5%  Rp. 10.990.000                           Rp.     549.500
1.4.b PPh Pasal 21 atas Gaji Setahun
Gaji setahun (12  Rp. 2.000.000)                                                      Rp. 24.000.000
Pengurangan :
a.       Biaya Jabatan
5%  Rp. 24.000.000                     Rp.   1.200.000
b.      Iuran pensiun setahun
12  Rp. 60.000                             Rp.      720.000
                                                                                                       (Rp. 1.920.000)
Penghasilan neto setahun                                                                     Rp. 22.080.000
PTKP : Untuk WP sendiri                                                                   (Rp. 15.840.000)
Penghasilan Kena Pajak                                                                       Rp.   6.240.000
PPh Pasal 21 terutang
5%  Rp. 6.240.000                             Rp.    312.000
1.4.c PPh Pasal 21 atas Bonus
Rp. 549.500 – Rp. 312.000                                                                 = Rp. 237.500
















































BAB V
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
(PPh PASAL 22)

A.    Dasar Hukum
UU No. 7 Tahun 1983 Tentang PPh, terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008.

B.     Pengertian PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 adalah salah satu jenis pelunasan PPh dalam tahun berjalan melalui pemungutan pihak ketiga, yang merupakan angsuran pajak yang boleh dikreditkan terhadap PPh yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali PPh yang bersifat final.

C.    Pemungutan PPh Pasal 22
Menteri Keuangan dapat menetapkan:
1.      Bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang
2.      Badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari WP yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain
3.      WP badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

D.    PPh Pasal 22 Bagi yang Tidak Memiliki NPWP
Dikenakan pungutan lebih tinggi 100% dibandingkan WP yang menunjukkan NPWP.

E.     Subjek PPh Pasal 22
1.      Importir sehubungan dengan impor
2.      Rekanan Pemerintah sehubungan dengan APBD/APBN/Non APBN
3.      Konsumen sehubungan dengan badan tertentu

F.     Dasar Pemungutan PPh Pasal 22
1.      DPP PPh Pasal 22 sehubungan dengan Impor adalah :
a.       Nilai impor: nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan Bea Masuk dan pungutan lainnya.
b.      Harga Jual Lelang : Harga hasil penjualan Lelang
2.      DPP PPh Pasal 22 sehubungan dengan APBN/APBD/Non APBN adalah harga pembelian
3.      DPP PPh Pasal 22 sehubungan dengan badan tertentu adalah berdasarkan ketentuan pelaksana yang ditetapkan Pemerintah/Departemen Keuangan/ Dirjen Pajak.

G.    Besarnya PPh Pasal 22
1.      Atas Impor : yang menggunakan angka Pengenal Impor (API) sebesar 2.5% dari nilai impor; yang tidak menggunakan API sebesar 7.5% dari nilai impor; yang tidak dikuasai sebesar 7.5% dari harga jual lelang; atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API sebesar 0.5% dari nilai impor.
2.      Atas APBD/APBN/Non APBN sebesar 1,5% dari harga pembelian
3.      Atas badan tertentu : penjualan hasil produksi otomotif di dalam negeri adalah sebesar 0.45% X DPP PPN dan merupakan kredit pajak; hasil produksi kertas: 0,1%; Hasil Industri Baja sebesar 0,3%; Hasil Produksi Semen: 0,25%; Hasil Produksi Pertamina dan Badan Lain: SPBU Swastanisasi sebesar 0,3% X Penjualan. SPBU Pertamina sebesar 0,25% X Penjualan. Minyak tanah, Gas LPG, Pelumas sebesar 0,3% X Penjualan; Rokok: 0,15% X Harga Banderol; sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, perikanan: 0,5% X Harga Pembelian.

H.    PPh Pasal 22 Ayat(1) Huruf c UU PPh: WP Badan Tertentu sebagai Pemungut PPh Dari Pembeli Atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah
1.      WP badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah
2.      a. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp. 2M (Miliar)
b.Kapal Pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp.10M (Miliar)
c.Rumah dan tanah yang harga jualnya lebih dari Rp.10M dan luas lebih dari 500m2.
d.Apartemen, kondiminium dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp.10M dan luas bangunan lebih dari 400m2
e. kendaraan bermotor roda emat kurang dari 10 orang pengangkutannya yang mempunyai harga jual lebih dari Rp.5M dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000cc.

J.        Saat Terutang dan Saat Pelunasan
1.      Impor : pada saat pembayaran Bea Masuk, apabila ditunda maka pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB)
2.      APBN/APBD/Non APBN : pada saat pembayaran
3.      Badan Tertentu : industri pada saat penjualan; pertamina dan badan usaha lain pada saat penerbitan surat perintah pengeluaran barang (delivery order); pembelian bahan-bahan industri dan eksportir pada saat pembelian.

K.    Pemungutan dan Penyetoran
1.      Impor: ke Bank Devisa atau Bank persepsi atau bendaharawan Dit.Jen.Bea dan Cukai, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pemungutan PPh Pasal 22 Impor.
2.      APBN/APBD/Non APBN: ke Bank persepsi atau Kantor Pos dengan menggunalan SSP
3.      Badan tertentu: ke bank persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan SSP.

L.     Dikecualikan dari Pemungutan PPh Pasal 22
1.      Pengecualian dengan surat keterangan Bebas PPh Pasal 22
2.      Pengecualian dilaksanakan oleh Dirjen Bea dan Cukai
3.      Pengecualian dilakukan secara otomatis Tanpa Surat Keterangan Bebas
-          Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp. 1.000.000
-          Pembayaran untuk pembelian BBM, listrik, gas, air minum/PDAM dan benda-benda pos
-          Pembayaran/pencairan dana Jaringan Pengamanan Sosial (JPS) oleh Kantor Pembendaharaan dan Kas Negara.
-          Impor kembali yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Dirjen Bea dan Cukai
-          Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh BULOG




BAB VI
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23
(PPh PASAL 23)

A.    Dasar Hukum
UU No. 7 Tahun 1983 Tentang PPh, terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008.

B.     Pengertian PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 adalah salah satu jenis pelunasan PPh dalam tahun berjalan melalui pemotongan pihak ketiga, yang merupakan angsuran pajak yang boleh dikreditkan terhadap PPh yang terutang untuk tahun Pajak yang bersangkutan, kecuali PPh yang bersifat final.

C.    Pemotong PPh Pasal 23
1.      Badan Pemerintah
2.      Subjek Pajak Badan Dalam Negeri
3.      Penyelengara Kegiatan
4.      Bentuk Usaha Tetap
5.      Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya
6.      Orang Pribadi sebagai WP dalam negeri tertentu yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak.

D.    Subjek Pajak
1.      WP dalam negeri
2.      Bentuk Usaha Tetap (BUT)

E.     Tarif Dasar Pemotongan dan Objek PPh Pasal 23
1.      15% dari jumlah bruto atas : dividen, bunga, royalti, hadiah, penghargaan, bonus dan selanjutnya
2.      2% dari jumlah bruto : sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lainnya.

F.     Tarif Lebih Tinggi Bagi yang Tidak Memiliki NPWP
Tarif lebih tinggi 100% dari pada tarif normal menurut pasal 23 ayat (1) UU PPh.

G.    PPh Pasal 23 untuk Jenis Jasa Lain
Diatur Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 UU PPh dan Peraturan Menteri Keuangan.

H.    Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c UU PPh (PER-70/PJ/2007)
1.      Dipotong dengan tarif PPh sebesar 15%
2.      Jenis imbalan jasa yang dipotong PPh
3.      Obyek yang telah dikenakan PPh final tidak dipotong PPh lagi
4.      Dasar perkiraan penghasilan neto


Tabel 1.5
Perkiraan Penghasilan Neto Atas Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan dengan Penggunaan Harta
No.
Jenis Penghasilan
Perkiraan Penghasilan Neto
(1)
(2)
(3)
1.
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus kendaraan angkutan darat untuk jangka tertentu berdasarkan kontrak atau perjanjian bertulis ataupun tidak tertulis.
10% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN
2.
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, selain kendaraan angkutan darat, untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
30% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN

Tabel 1.6
Perkiraan Penghasilan Neto Atas Imbalan Jasa Teknik, Jasa Manajemen, Jasa Kontruksi, Jasa Konsultansi, dan Jasa Lain-Lain
No.
Jenis Jasa
Perkiraan Penghasilan Neto
(1)
(2)
(3)
I.
1. Jasa Teknik
30% dari jumlah imbalan jasa tidak termasuk PPN
2.Jasa Manajemen
3.      Jasa Konsultasi, kecuali konsultasi konstruksi
II.
1.      Jasa Pengawasan Konstruksi
262/3% dari jumlah imbalan yang dibayarkan seluruhnya termasuk pemberian jasa dan pengadaan material/barang tidak termasuk PPN
2.      Jasa Perencanaan Konstruksi
III
Jasa Lain:

1.Jasa Penilai
30% dari jumlah imbalan jasa tidak termasuk PPN
2.Jasa aktuaris
3.Jasa Akuntansi
4.Jasa Perancang
5.Jasa Pengeboran (Jasa Drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan bentuk usaha tetap
6.Jasa penunjang di bidang penambangan migas
7.Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas
8.Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara
9.Jasa penebangan hutan
10.Jasa pengolahan limbah
11.Jasa penerima tenaga kerja
12.Jasa perantara
13.Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh bursa efek, KSEI, dan KPEI
14.Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI
15.Jasa pengisian suara
16.Jasa mixing film
17.Jasa sehubungan sofware komputer termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan
18.Jasa instalasi dan pemasangan:
a.Jasa instalasi/pemasangan mesin listrik/telepon/air/gas/AC/TV kabel;
b.Jasa instalansi/pemasangan peralatan;
kecuali yang dilakukan oleh WP yang ruang lingkup pekerjaannya di bidang konstruksi dan mempunyai izin/sertifikat sebagai pengusaha konstruksi.
19.Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan:
a. mesin listrik/telepon/air/gas/AC/TV kabel
b.peralatan
c.alat-alat transportasi/kendaraan
c.bangunan
kecuali yang dilakukan oleh WP yang ruang lingkup pekerjaannya di bidang konstruksi dan mempunyai izin /sertifikat sebagai pengusaha konstruksi.

20.Jasa pelaksanaan konstruksi termasuk:
a.Jasa perawatan pemeliharaan/perbaikan bangunan
b.Jasa instalasi/pemasangan peralatan mesin listrik/telepon/air/gas/AC/TV kabel; sepanjang masa tersebut dilakukan oleh WP yang mempunyai izin/sertifikat sebagai pengusaha konstruksi.
131/3% dari jumlah imbalan yang dibayarkan selanjutnya, temasuk pemberian jasa dan pengadaan material/barang tidak termasuk PPN

21Jasa Maklon
20% dari jumlah imbalan jasa tidak termasuk PPN

22.Jasa penyelidikan dan keamanan

23.Jasa penyelenggaraan kegiatan/even organizer

24.Jasa pengepakan

25.Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruangan atau media lain untuk penyampaian informasi.
10% dari jumlah imbalan jasa tidak termasuk PPN

26.Jasa pembasmian hama
10% dari jumlah imbalan jasa tidak termasuk PPN

27.Jasa kebersihan/cleaning service

28.Jasa catering
10% dari jumlah imbalan yang dibayarkan seluruhnya, termasuk pemberian dan pengadaan material/barang tidak termasuk PPN
5.Pengertian sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, serta jasa lainnya
I.     Jenis Jasa Lain Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Angka 2 UU PPh (PMK.224/PMK.03/2008)
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor-244/PMK.03/2008, tanggal 31 Desember 2008, tentang jenis jasa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) huruf c, angka 2 UU PPh.

J.WP Orang Pribadi sebagai Pemotong PPh Pasal 23
1.      Orang pribadi sebagai WP dalam negeri dapat ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk memotong PPh Pasal 23.
2.      Menurut KEP DPJ No.50/PJ/1994:
a.       WP sebagai akuntan, arsitek, dokter, notaris, pejabat pembuat akte tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat, pengacara dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas; orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.
b.      WP orang pribadi penerima uang sewa
c.       Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang telah terdaftar sebagai WP

K. Dikecualikan dari Pemotongan PPh Pasal 23
1.      Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank
2.      Sewa guna usaha dengan hak opsi
3.      Dividen menurut Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh dan dividen menurut Pasal 17 ayat (2c) UU PPh
4.      Bagian laba menurut Pasal 4 ayat (3) huruf i UU PPh
5.      Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya
6.      Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atau jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan

L.     Saat Pemotongan PPh Pasal 23
a.       Pada akhir bulan dilakukannya pembayaran\
b.      Pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, bergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu (PP 138 Tahun 2000)

M.   Penyetoran PPh Pasal 23
Dilakukan peling lambat tanggal 10 bulan takwin berikutnya setelah bulan terutangnya PPh Pasal 23 terjadi.

N.    Pelaporan PPh Pasal 23
Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 23 paling lambat 20 hari setelah akhir masa pajak.

O.    Bukti Pemotongan PPh Pasal 23
Pemotongan PPh Pasal 23 harus memberikan Tanda Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada WP Orang Pribadi atau WP Badan yang dibebani membayar PPh Pasal 23.



BAB VII
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
(PPh PASAL 24)

A.    Dasar Hukum
UU No. 7 Tahun 1983 Tentang PPh, terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008

B.     Pengertian PPh Pasal 24
PPh Pasal 24 adalah salah satu jenis pelunasan PPh dalam tahun berjalan yang merupakan pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh WP dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan UU PPh dalam tahun pajak yang sama.

C.    Pengkreditan PPh yang Dibayar di Luar Negeri
Pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP.

D.    Maksimum PPh Pasal 24 Sebagai Kredit Pajak Luar Negeri
Tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU PPh.

E.     Penentuan Sumber Penghasilan untuk Menghitung Maksimum PPh Pasal 24 sebagai Kredit Pajak Luar Negeri
1.      Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya
2.      Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa
3.      Penghasilan berupa imbalan
4.      Penghasilan bentuk usaha
5.      Penghasilan karena pengalihan harta tetap
6.      Keuntungan karena pengalihan

F.     Penentuan sumber Penghasilan Lain
Berdasarkan pada Pasal 24 ayat (3) UU PPh menggunakan prinsip yang sama dengan prinsip yang dimaksudkan pada ayat tersebut.

G.    Pengurangan atau Pengembalian Pajak yang Dibayar di Luar Negeri
Apabila pajak atas penghasilan dari luar negeri yang dikreditkan ternyata kemudian dikurangkan atau dikembalikan maka pajak yang terutang menurut UU PPh harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun pengurangan atau pengembalian itu dilakukan.

H.    Ketentuan Pelaksana PPh Pasal 24 sebagai Kredit Pajak Luar Negeri
1.      PPh atas seluruh penghasilan
2.      Penggabungan penghasilan
3.      Kerugian
4.      PPh Pasal 24 dapat dikreditkan, terhadap PPh yang terutang di Indonesia
5.      Jumlah kredit pajak
6.      Jumlah tertentu
7.      Kredit pajak untuk masing-masing negara
8.      PKP tidak termasuk penghasilan yang dikenakan PPh final
9.      Jumlah pajak yang dibayar di LN melebihi yang diperkenankan
10.  Permohonan kredit pajak luar negeri
11.  Perpanjangan jangka waktu penyampaian lampiran permohonan
12.  Perubahan penghasilan dari LN dengan pembetulan SPT
13.  Pembetulan SPT kurang bayar tidak dikenakan sanksi bunga
14.  Pembetulan SPT lebih bayar kompensasi dengan utang pajak

I.       Tata Cara Pengkreditan Pajak Luar Negeri
Berdasarkan Lampiran 1 keputusan Menteri Keuangan Nomor: 164/KMK.03/2002 Tentang Kredit Pajak, tata cara pengkreditan pajak luar negeri diatur sebagai berikut:
UU PPh menentukan bahwa WP dalam negeri dikenakan PPh atas seluruh penghasilan dimanapun penghasilan tersebut diterima atau diperoleh, baik di Indonesia maupun di luar Indonesia. Untuk menghindari pengenaan pajak ganda maka sesuai dengan ketentuan Pasal 24 UU PPh, pajak yang dibayar atau yang terutang di luar negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia, tetapi tidak melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU PPh. metode kredit pajak yang demikian disebut metode pengkreditan terbatas (Ordinary Credit Method). Tata cara penghitungan kredit pajak luar negeri:
1.      Penggabungan seluruh penghasilan
2.      Kerugian tidak dapat dikompensasikan
3.      Batas maksimum kredit pajak luar negeri
4.      Penghasilan luar negeri bersumber dari beberapa negara
5.      WP memperoleh penghasilan yang dikenakan PPh final






























BAB VIII
PAJAK PENGHASILAN PASAL 25
(PPh PASAL 25)

A.    Dasar Hukum
UU No. 7 Tahun1983 Tentang PPh, terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008

B.     Pengertian PPh Pasal 25
PPh Pasal 25 adalah salah satu jenis pelunasan PPh dalam tahun pajak berjalan yang pembayarannya oleh WP sendiri yang dilakukan setiap bulan/masa lain, yang merupakan angsuran PPh dalam tahun berjalan yang boleh dikreditkan terhadap PPh yang bersangkutan, kecuali pembayaran PPh yang bersifat final.

C.    PPh 25 dalam Tahun Berjalan
1.      Besarnya angsuran PPh Pasal 25
Sebesar PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu dikurangi dengan: (a) PPh yang dipotong menurut Pasal 27 dan Pasal 23 UU PPh, serta PPh yang dipungut sesuai dalam Pasal 22 UU PPh. (b) PPh yang dibayar dan terutang di luar negeri dikreditkan sesuai dengan Pasal 24 UU PPh, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Ketentuan ini mengatur tentang penghitungan besarnya angsuran bulanan yang harus di bayar oleh WP sendiri dalam tahun berjalan.
Contoh berdasarkan penjelasan Pasal 25 ayat (1) UU PPh:

PPh terutang berdasarkan SPT PPh 2009                                              Rp. 50.000.000
Dikurangi:
a.       PPh yang dipotong pemberi kerja (Pasal 21)                                     Rp. 15.000.000
b.      PPh yang dipungut oleh pihak lain (Pasal 22)                                   Rp. 10.000.000
c.       PPh yang dipotong oleh pihak lain (Pasal 23)                                   Rp.   2.500.000
d.      Kredit PPh luar negeri (Pasal 24)                                                      Rp.   7.500.000
Jumlah kredit pajak                                                                                 Rp. 35.000.000
Selisih (Rp. 50.000.000-Rp. 35.000.000) Rp. 15.000.000

Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk tahun 2010 adalah sebesar Rp. 15.000.000 di bagi 12 bulan = Rp. 1.250.000
2.      Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan sebelim batas waktu penyampaian SPT tahunan
Besarnya sama dengan angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu
Contoh berdasarkan penjelasan Pasal 25 ayat (2) UU PPh
Apabila SPT tahunan PPh disampaikan oleh WP orang pribadi pada bulan Febuari 2010, besarnya angsuran pajak yang harus dibayar WP tersebut untuk bulan Januari 2010 adalah sebesar angsuran bulan Desember 2009. Apabila dalam bulan September 2009 diterbitkan keputusan pengurangan angsuran pajak menjadi nihil sehingga angsuran pajak sejak bulan Oktober sampai dengan Desember 2009 menjadi nihil, besarnya angsuran pajak yang harus dibayar WP untuk bulan Januari 2010 tetap sama dengan angsuran bulan Desember 2009, yaitu nihil.
3.      Besarnya angsuran PPh Pasal 25 apabila dalam tahun berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
Perubahan angsuran pajak tersebut berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan diterbitkannya surat ketetapan pajak.
4.      Angsuran PPh Pasal 25 dalam hal-hal tertentu
Pada dasarnya besar pembayaran angsuran pajak oleh WP sendiri dalam tahun berjalan sedapat mungkin diupayakan mendekati jumlah pajak yang akan terutang pada akhir tahun. Oleh karena itu, berdasarkan ketentuan ini dalam hal-hal tertentu Dirjen, pajak diberikan wewenang untuk melakukan penyesuaian.
Contoh berdasarkan penjelasan Pasal 26 ayat (6) UU PPh
Penghasilan PT X tahun 2009                                                                Rp. 120.000.000
Sisa kerugian tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan   Rp. 150.000.000
Sisa kerugian yang belum dikompensasikan tahun 2009                       Rp.   30.000.000
Penghitungan PPh Pasal 25 tahun 2010 adalah :
Penghasilan yang dipakai dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 =
Rp. 120.000.000 – Rp. 30.000.000                                                        = Rp. 90.000.000
PPh yang terutang : 28% x Rp. 90.000.000                                           = Rp. 25.200.000

Apabila pada tahun 2009 tidak ada PPh yang dipotong atau dipungut oleh pihak lain dan pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 24, besarnya angsuran pajak bulanan PT. X tahun 2010 = 1/12 x Rp.25.200.000 = Rp.2.100.000
5.      Angsuran PPh Pasal 25 bagi WP Tertentu
Menteri Keuangan menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak bagi:
a.    WP baru;
b.    Bank, BUMN, BUMD, WP masuk bursa dan WP lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala
c.    WP orang pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75% dari peredaran bruto (Pasal 25 (7) UU PPh)
6.      Angsuran PPh Pasal 25 WP orang pribadi yang tidak punya NPWP yang ke Luar Negeri (Fiskal LN)
Menurut Peraturan Pemerintah (Pasal 28 (8) UU PPh), ketentuan bagi WP OP DN yang tidak memiliki NPWP dan telah berusia 21 tahun yang bertolak ke luar negeri wajib membayar pajak (Fiskal LN) berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2010 (Pasal 25 (8a) UU PPh).

D.    Penghitungan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25 dalam hal-hal tertentu
Dengan pertimbangan bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 25 ayat (6) UU PPh, Dirjen Pajak telah menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.KEP.537/PJ/2000, yang mengatur PPh Pasal 25 dalam hal-hal tertentu, dengan ketentuan sebagai berikut:
1.      Angsuran PPh Pasal 25 WP Berhak Kompensasi Kerugian
Contoh menghitung PPh Pasal 25 = 1/12 x (Tarif PPh x (Peng. Neto Men.SPT Tahun yang lalu – kompensasi kerugian)-Kredit Pajak (PPh Pasal 21, 22, 23, 24)
Dalam hal SPT tahunan PPh tahun pajak yang lalu atau dasar penghitungan lainnya seperti tersebut dalam Pasal 2 ayat (2) KEP.537/PJ/2000 menyatakan rugi (lebih bayar atau nihil), besarnya PPh Pasal 25 adalah nihil (Pasal 2 (3) KEP.537/PJ/2000)
2.      Angsuran PPh Pasal 25 WP Memperoleh Penghasilan Tidak Teratur
Cara menghitung:
PPh Pasal 25 = 1/12 x (Tarif PPh x (Penghitungan Neto Menurut SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yang lalu-Penghitungan tidak teratur yang dilaporkan dalam SPT tahunan tersebut) – Kredit Pajak (PPh Pasal 21, 22, 23, 24).
3.      Angsuran PPh Pasal 25 WP yang SPT tahunan PPh tahun lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang telah ditentukan (Pasal 4 KEP.537/PJ/2000)
4.      Angsuran PPh Pasal 25 WP yang diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT tahunan PPh
Adalah : PPh Pasal 25 = Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan SPT sementara
5.      Angsuran PPh Pasal 25 WP Membetulkan Sendiri SPT Tahunan PPh
Adalah : PPh Pasal 25 = penghitungan kembali angsuran PPh pasal 25 berdasarkan SPT pembetulan.
6.      Angsuran PPh Pasal 25 jika terjadi perubahan keadaan usaha/kegiatan WP
Adalah : PPh Pasal 25 = penghitungan kembali angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.

E.     Penghitungan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25 WP Baru, Bank, Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi, WP BUMN/BUMD, WP OP Pengusaha Tertentu. (KMK.522/KMK.04/2000, Jo.KMK.394/KMK.03/2001, Jo.KMK.84/KMK.03/2002)
1.      Angsuran PPh Pasal 25 Untuk WP baru
WP baru adalah WP orang pribadi dan badan yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tehun pajak berjalan (Pasal 1 (1)KMK-84?KMK.03/2002)
Cara menghitung:
-          WP badan yang menyelenggarakan pembukuan : PPh Pasal 25 = 1/12 x (Tarif PPh x Ph. Neto sebulan)
-          WP badan yang melakukan pencatatan: PPh Pasal 25 = 1/12 x (Tarif PPh x norma peng. x peredaran/penerimaan bruto sebulan disetahunkan)
-          WP orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan: PPh Pasal 25 = 1/12 x [(Tarif PPh x Peng. neto sebulan disetahunkan) – PTKP]
-          WP orang pribadi yang melakukan pencatatan: PPh Pasal 25 = 1/12 x [(Tarif PPh x norma peng. x peredaran/penerimaan bruto sebulan disetahunkan) – PTKP]
2.      Angsuran PPh Pasal 25 untuk WP Bank dan Sewa Guna Usaha dengan Opsi (Financial Lease)
Besarnya angsuran dalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi PPh Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu di bagi 12 (Pasal 3 (1) KMK.522/KMK.04/2000).
Cara menghitung:
-          WP Lama bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi: PPh Pasal 25 = 1/12 x [(Tarif PPh x laba/rugi fiskal menurut laopran keuangan per triwulan terakhir disetahunkan) – PPh Pasal 24 tahun pajak lalu]
-          WP baru bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi: PPh Pasal 25 = 1/12 x (Tarif PPh x Perkiraan laba/rugi fiskal triwulan pertama yang disetahunkan).
3.      Angsuran PPh Pasal 25 untuk BUMN dan BUMD
Besarnya adalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 22 dan Pasal 23 serta PPh Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (Pasal 4 (1) KMK.522/KMK.04/2000)
Cara menghitung:
-          Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) telah disahkan: PPh Pasal 25 = 1/12 x [(Tarif PPh x Laba/Rugi Fiskal cfm RKAP tahun pajak yang bersangkutan) – Kredit Pajak (PPh Pasal 22, 23, 24)]
-          Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) belum disahkan: PPh Pasal 25 = Angsuran PPh Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya.
4.      Angsuran PPh Pasal 25 untuk WP Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
-          WP pengusaha tertentu adalah WP yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan grosir dan atau eceran barang konsumsi melalui tempat usaha/gerai (outlet) yang tersebar dibeberapa lokasi, tidak termasuk perdagangan kendaraan bermotor dan restoran. (Pasal 1 (2) KMK.84/KMK.03/2002)
-          Besarnya yaitu yang mempunyai tempat usaha di lebih dari satu pusat perdagangan/pusat perbelanjaan (mal, plaza, dll), ditetapkan sebesar 2% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan (Pasal 5 KMK.84/KMK.03/2002)
Perubahan:
Mulai tanggal 1 Januari 2009, berdasarkan Pasal 25 Ayat (7) huruf (c) UU PPh dinyatakan: WP OP pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75% dari peredaran bruto.   

F.     Ketentuan Pelaksanaan Pengenaan PPh Pasal 25 bagi WP Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (KEP-171/PJ/2002)
Yang mulai berlaku 1 April 2002, dengan ketentuan sebagai berikut:
1.      WP OP Pengusaha Tertentu: adalah WP yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan grosir dan atau eceran barang-barang konsumsi melalui tempat usaha/gerai (outlet) yang tersebar dibeberapa lokasi, tidak termasuk perdagangan kendaraan bermotor dan restoran.
2.      Kewajiban: WP wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP di Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerja dan di Kantor Pelayanan Pajak tempat tinggal WP (KPP domisili); ketentuan juga berlaku dalam hal tempat usaha/gerai (outlet) dan tempat tinggal WP yang bersangkutan berada dalam wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak yang sama.
3.      PPh Pasal 25: besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebesar 2% dari jumlah peredaran bruto berdasarkan pembukuan atau pencatatan setiap bulan, yang dibayarkan atas nama dan NPWP masing-masing tempat usaha/gerai (outlet)
4.      Pembayaran PPh Pasal 25 tersebut merupakan: pelunasan pajak penghasilan yang terutang; Kredit Pajak atas PPh yang terutang yang bersifat tidak final.
5.      Perlakuan kompensasi kerugian tahun-tahun sebelumnya.
6.      Wajib SPT Tahunan PPh: WP OP pengusaha tertentu wajib menyampaikan SPT tahunan PPh dengan melampirkan daftar jumlah penghasilan dan pembayaran PPh Pasal 25 dari masing-masing tempat usaha/gerai (outlet)
7.      WP mendapatkan penghasilan lain
8.      SPT Masa, Surat Setoran Pajak, dan Surat Tagihan.












Contoh Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 25 WP Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, berdasarkan Lampiran I Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-171/PJ/2002,


Nama.......................................................(1)
NPWP......................................................(2)
Alamat.....................................................(3)
Daftar Jumlah Penghasilan dan Pembayaran PPh Pasal 25
No.
NPWP tempat usaha/gerai (outlet) KPP lokasi
Alamat
Penghasilan
PPh Pasal 25 dibayar
Peredaran Usaha (perdagangan)
Penghasilan Lain
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
Jumlah



Tanda Tangan, nama, dan Cap

.............................................(10)


Petunjuk Pengisian
Daftar Jumlah Penghasilan dan Pembayaran PPh Pasal 25

Angka 1   :  Diisi dengan Nama Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP Domisili
Angka 2   :  Diisi dengan NPWP pada KPP Domisili
Angka 3   :  Diisi dengan Alamat tempat usaha/gerai (outlet) yang terdaftar pada KPP Domisili
Angka 4   :  Cukup Jelas
Angka 5   :  Diisi dengan NPWP pada KPP Lokasi
Angka 6   :  Diisi dengan Alamat tempat usaha/gerai (outlet) yang terdaftar pada KPP Lokasi
Angka 7   :  Diisi dengan jumlah penghasilan tetap yang berasal dari peredaran usaha (perdagangan)
Angka 8   :  Diisi dengan jumlah penghasilan lain yang diterima/diperoleh oleh Wajib Pajak yang dikenakan PPh yang bersifat tidak final
Angka 9   :  Diisi dengan jumlah PPh Pasal 25 yang telah dibayar dan dilaporkan pada masing-masing KPP Lokasi
Angka 10 : Diisi dengan tanda tangan, nama, dan cap Wajib Pajak.













Contoh Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 25 WP Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, berdasarkan Lampiran II Keputusan Dirjen Pajak
Nomor KEP-171/PJ/2002

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
KANTOR PELAYANAN PAJAK...................................(1)
Lembar ke-1 : untuk Kantor Pelayanan Pajak
Lembar ke-2 : untuk arsip Wajib Pajak

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 25
WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU
Bulan..............................Tahun..................................(2)
Nama : ....................................................(3)
NPWP : ...................................................(4)
Alamat : ..................................................(5)
No.
Uraian
Jumlah (Rp)
Tarif
PPh Pasal 25 Terutang (Rp)
1
2
3
4
5
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
1.



2.
Penghasilan Tetap Peredaran Usaha (Perdagangan) ....................................
Penghasilan Lain ....................................

2%

PPh sebesar Rp....................(........................................................................) (11) telah disetor
Pada tanggal ...............(12) di ..................................................(13)
...................................(14)
Tanda tangan, nama dan cap

.............................(15)



Perhatian: Lampirkan Lembar ke-3 Surat Setoran Pajak atas jumlah pada kolom 5

Petunjuk Pengisian
SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 25
WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU
Angka 1   :  Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar
Angka 2   :  Diisi dengan bulan dan tahun masa pelaporan Surat Pemberitahuan
Angka 3   : Diisi dengan nama Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP yang bersangkutan
Angka 4   :  Diisi dengan NPWP pada KPP yang bersangkutan
Angka 5   : Diisi dengan Alamat tempat usaha/gerai (outlet) yang terdaftar pada KPP yang bersangkutan
Angka 6   :  Cukup Jelas
Angka 7   : Diisi dengan uraian tentang penghasilan yang diterima/diperoleh Wajib Pajak baik penghasilan tetap yang berasal dari peredaran usaha perdagangan atau lainnya dan uraian tentang penghasilan lain yang dikenakan PPh yang bersifat tidak final
Angka 8   :  Diisi dengan jumlah penghasilan lain yang diterima/diperoleh oleh Wajib Pajak
Angka 9   :  Cukup Jelas
Angka 10 :  Diisi dengan jumlah PPh Pasal 25 yang telah dibayar
Angka 11 :  Diisi dengan jumlah PPh Pasal 25 sesuai dengan jumlah kolom (5) dalam bentuk angka dan huruf latin
Angka 12 :  Diisi dengan tanggan pembayaran PPh Pasal 25
Angka13  :  Diisi dengan tempat pembayaran PPh Pasal 25
Angka 14 :  Diisi dengan tempat dan tanggal lapor SPT Masa PPh Pasal 25
Angka 15 :  Diisi dengan tanda tangan, nama dan cap Wajib Pajak.

       Conto berdasarkan Lampiran III Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-171/PJ/2002.
       Contoh penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang Menerima atau Memperoleh Penghasilan Lain:
       Penghitungan besarnya angsuran PPh Pasal 25 atas penghasilan lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan (Berdasarkan SPT Tahunan tahun sebelumnya)
Tabel 1.9
PPh Terutang Sebelum dan Sesudah Koreksi Fiskal di Luar Negeri :
PPh Lebih Bayar
Uraian
Perdagangan (Rp)
Penghasilan Lain (Rp)
Jumlah
(Rp)
Peredaran Bruto
Harga Pokok dan Biaya Lain
Penghasilan Neto
PTKP (K/2)
Penghasilan Kena Pajak
PPh Terutang (Tarif Ps.17 UU PPh)
Kredit Pajak (1%xRp.600.000.000)
PPh Kurang Bayar
Besar Angsuran (1/2x23.450.000)
Besar Angsuran Untuk Penghasilan Lain
(800.000.000/180.000.000)x1.954.167
600.000.000
(500.000.000)
100.000.000
200.000.000
(120.000.000)
80.000.000
800.000.000
(620.000.000)
180.000
(7.200.000)
172.000.000
29.450.000
(6.000.000)
23.450.000
1.954.167

868.518*

*Penghasilan Lain Neto x Besar Angsuran Menurut SPT                                                              Total Penghasilan Neto
Perubahan Tarif
       Perubahan tarif PPh Pasal 25 WP OP Pengusaha Tertentu Mulai Berlaku Tanggal 1 Januari 2009. PPh Pasal 25 WP Orang Pribadi Pengusaha Tertentu Menurut UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, adalah:
       Mulai tanggal 1 Januari 2009, berdasarkan Pasal 25 ayat (7) huruf c UU PPh, dinyatakan: WP orang pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75% dari peredaran bruto.




DILARANG MENG-COPY TANPA MENAMPILKAN ALAMAT WEBSITE